Cerita Mesum Ibu Bohay - Aku Iwan, masih kelas 3 di salah satu SMU di Jakarta Selatan dan tinggal
bersama Papa dan Mami serta adikku Ita yang sekolahnya sama dengan
sekolahku, hanya Ita masih duduk di kelas 1 dan masuk siang, sedangkan
semua kelas 3 kebagian masuk pagi. Di rumahku juga ada seorang pembantu
yang agak tua. Perlu diketahui, Mama kandungku telah meninggal beberapa
tahun yang lalu akibat sakit, dan Papaku mengawini adiknya Mama
kira-kira setahun yang lalu. Aku serta Ita memanggilnya Mami yang
sebelumnya memang sudah kami kenal dengan baik. Habis dia kan tanteku
juga.
Mami ini dicerai oleh suaminya, dengar-dengar sih katanya
karena sudah kawin 4 tahun tapi belum punya anak. Nah, mungkin Papa
merasa sudah duda serta tanteku sudah janda dan apalagi mereka sudah
kenal baik sebelumnya, jadilah mereka kawin.
Nah, ceritaku ini
terjadi kira-kira 3 minggu yang lalu di siang hari ketika aku pulang
dari sekolah. Setelah ganti dengan celana pendek dan kaos singlet saja,
aku langsung makan yang telah disediakan oleh Pembantu. Setelah
selesai makan, aku bermaksud ke ruang tamu mau mendengerkan lagu-lagu
dari Laser Disc. Tetapi sewaktu melewati kamar Papa dan Mami yang
pintunya agak terbuka sedikit, kudengar suara-suara yang agak aneh dan
berisik. Karena ingin tahu suara apa itu, kuhentikan langkahku dan
kuintip dari pintu kamar Papa dan Mami yang agak terbuka sedikit tadi.
Ternyata Mami sedang duduk membelakangiku dan sedang melihat TV.
Setelah
keperhatikan lebih cermat, ternyata Mami sedang nonton film blue dari
Laser Disc. Dan kuperhatikan lagi, tangan kiri Mami bergerak maju
mundur di sekitar bagian pahanya. Mamiku ini walau sudah agak berumur
kira-kira 37 tahun, tapi aku sangat bangga, karena banyak mata yang
mengaguminya kalau kami sedang jalan-jalan di Mall, mungkin karena Mami
agak seksi dan warna kulitnya yang putih bersih serta bentuk dada yang
menonjol serasi. Itu komentar yang pernah kudengar dari beberapa orang
temannya Mami.
Mami yang sedang nonton TV itu mengenakan baju
atau daster merah muda tipis dan sangat minim, habis sih pahanya hampir
kelihatan semua, bulu ketiaknya yang lebat kelihatan juga. Sayangnya
Mami menghadap ke depan, sehingga yang terlihat hanya punggungnya yang
putih bersih. Karena selama ini aku belum pernah melihat film seperti
itu, lalu kuputuskan untuk melihatnya terus dari celah pintu itu dan
melihat adegan demi adegan. Batang penisku tidak terasa menjadi tegang
sekali.
Saking asyiknya nonton sambil berdiri, ditambah nafsuku
makin meninggi, tidak terasa berdiriku menjadi tidak tenang dan
dengkulku menyenggol pintu kamar Mami dengan keras. Tapi dengan cepat
aku mundur menjauhi pintu.
“Iwaan.., kamukah itu..?” kudengar suara Mami memanggilku, tapi aku tidak menjawab.
“Iwaan.., sini.. doong.. naak..!” kudengar kembali Mami memanggilku.
Karena tidak enak, lalu aku kembali menuju pintu kamar Mami dan kujawab, “Ada.. apa.. Mam..?” sambil kuperlihatkan kepalaku.
“Sini.. Wan..!” kata Mami sambil melambaikan tangannya dan film blue tadi masih terus berjalan.
Karena ingin melanjutkan nonton film tadi, lalu aku masuk kamar Mami dan Mami melanjutkan kata-katanya.
“Wan, sini.., duduk dekat Mami, Mami tahu kok kalau Iwan pingin nonton film itu kan..?” lanjut Mami sambil menunjuk TV.
“Sini.. Wan.. kamu sudah besar.. Sudah seharusnya kamu juga tahu.”
“Maaf ya Mam, saya telah mengganggu Mami,” kataku.
“Aaahh.. kamu ini,” kata Mami. “Sudahlah, duduk sini.. kita nonton sama-sama,” lanjut Mami sambil mencium pipiku.
Baca Juga : Cara Bikin Besar Alat Vital
Perasaanku
menjadi tidak karu-karuan bercampur malu ketika pipiku dicium Mami,
apalagi tercium bau minyak wangi yang dipakainya terasa harum menusuk
hidungku, sehingga nafsuku makin menjadi-jadi. Setelah beberapa saat
hanya diam saja dengan mata kami tetap tertuju ke arah TV, tiba-tiba
aku dikejutkan dengan pertanyaan Mami.
“Waan, kamu.. tadi sudah lama ya.. nontonnya dari pintu..?”
“I.. ya Mam,” jawabku malu tanpa menengok Mami.
“Jadi.. Iwan.. tahu.. Mami.. lagi ngapain..?” tanya Mami lagi dan lagi-lagi hanya kujawab pendek dengan tanpa menoleh ke Mami.
“Waan..,” kembali Mami memanggilku, tapi kali ini suaranya terdengar agak lain.
Dan ketika kuberanikan menatap wajah Mami, kulihat kedua mata Mami agak berair.
“Waan,
Iwan. Jangan sampai salah.. yaa, Mami sering nonton film seperti ini
bersama Papamu, yaah.. Mami sangka Mami bisa mengembalikan kondisi
Papamu kembali. Tapi.., sampai saat ini masih belum.”
“Lho.., memangnya Papa kenapa Maam..?” tanyaku karena betul-betul aku tidak mengerti apa yang dimaksud Mami.
“Aduuh.., Iwaan gimana sih menjelasinnya sama kamu..? Kok kamu sepertinya nggak ngerti sama sekali,” kata Mami.
“Betuul Mam..” jawabku, “Iwan betul-betul nggak ngerti.. kenapa sih dengan Papa..?” tanyaku kembali.
Lalu
Mami menggeser duduknya mendekatiku sehingga sekarang Mami duduknya
sudah menempel denganku, sehingga bau wangi Mami terasa sekali dan
membuat penisku yang dari tadi sudah tegang karena lihat film menjadi
lebih tegang lagi.
“Waan,” kata Mami perlahan, “Papamu sudah
kira-kira enam bulan ini.., ininya.. (sambil tiba-tiba tangan kanannya
meremas batang kemaluanku) nggak bisa bangun.”
“Aaahh.. Mami.”
sahutku sambil berusaha melepaskan tangan Mami dari penisku, walaupun
rasa penisku berdenyut enak, tapi aku berusaha melepas tangan Mami,
karena malu dan apalagi selama ini belum pernah penisku dipegang oleh
orang lain.
“Waan, Mami kan masih kepingin. Tapi.. yaahh.. karena
punya Papamu nggak bisa bangun, jadi.. terpaksa Mami melakukan seperti
yang Iwan lihat tadi.
“Maam, Mami kepingin apa sih.. dan tadi.. Iwan.. nggak lihat jelas.., Mami.. tadi ngapain sih..?” tanyaku lebih berani.
“Waan,
Mami kan masih kepingin seperti yang di TV itu lho.. dan.. ini.. lho..
Waan,” sambil tangannya mengambil sesuatu dari bawah bantal dan
diperlihatkan padaku.
Setelah kulihat, ternyata manian yang berbentuk
penis. Oh.., rupanya itu yang tadi dimaju-mundurkan. Lalu kami berdiam
sejenak dan kembali melihat TV yang adegannya semakin seru.
“Waan..,” tiba-tiba aku dikejutkan oleh panggilan Mami.
“Yaa.. Maam,” kujawab sambil menengok ke arah Mami.
“Waan, boleh.. Mami.. lihat punyamu..? Mami rasakan tadi kok.. punyamu.. besar betul dan.., keras lagi..?” lanjut Mami.
“Maam, jangan.. aahh.. Maam, Iwan.. maluu.., apalagi nanti ada orang lain yang.. lihat,” jawabku sekenanya.
“Lhoo.., kok sama.. Mami sendiri maluu..? Disini kan cuman kita berdua. Waan, boleh yaa.. Waan..?”
Dan
tanpa menunggu jawabanku, bahuku didorong Mami hingga rebah di tempat
tidur, dan Mami dengan cekatan membuka resleting celana pendekku dan
menarik turun bersama CD sampai terlepas dari badanku.
“Aduuh.. Waan, besar betul punyamu ini,” komentar Mami sambil memegang batang kemaluanku dan memijatnya pelan.
Aku hanya memejamkan mataku sambil menikmati enaknya penisku yang sedang dipegang Mami.
“Waan..,
Mami enakin seperti yang di TV.. yaa..?” kata Mami lagi, dan kudiamkan
saja pertanyaan Mami sambil menunggu dan ingin tahu apa yang akan
dilakukan Mami.
Tiba-tiba.., “Huub..,” penisku yang berdiri tegak itu
telah masuk semuanya ke dalam mulut Mami dan sangat terasa sekali
ketika Mami mulai menghisap dan mengocok maju mundur dengan mulutnya.
“Maam..
Maam.. eenaak.. Maam.. eenaak.. Maam..,” tidak terasa aku berkomentar
seperti itu karena merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Dari mulut
Mami yang tersumpal dengan batang kemaluanku hanya terdengar bunyi,
“Hhhmm.. hhm.. hhmm..,” sambil tangannya mempermainkan kedua biji
kemaluanku.
Batang kemaluanku terasa seperti tersedot-sedot, dan
kadang terasa lidah Mami mengenai kepala penisku dan menambah keenakan
yang pertama kali kualami, dan secara tidak sadar kepala dan rambut
Mami kuremas-remas dengan kedua tanganku sambil sesekali kutekan
kepalanya, sehingga seluruh batang kemaluanku terasa masuk semua ke
dalam mulut Mami.
Beberapa menit kemudian, Mami melepaskan batang
kemaluanku dari mulutnya, dan datang menghampiriku sambil mencium
pipiku dan berbisik di dekat telingaku.
“Waan, enaak.. Waan..?”
Karena memang aku menjadi keenakan, dan apalagi ini menjadi pengalaman pertamaku, kujawab dengan jujur.
“Iyaa.. Maam.., enaak sekali rasanya.”
Lalu kudengar Mami berbisik lagi, “Iwaan.., sekarang.. Iwan mau kan tolongin Mami..?”
Karena aku benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksudkan Mami, langsung saja kutanyakan, “Maam, tolongin.. apaan..?”
“Aduh.. Waan,” kata Mami lagi seperti keheranan.
“Itu..
lho Waan.. tolong ciuum tetek Mami seperti yang Iwan lihat di TV
itu..!” kata Mami sambil melepaskan dasternya sambil terus tiduran.
Sekarang
baru kulihat dari dekat payudara Mami yang sangat putih dengan kepala
susunya yang kecoklatan. Karena nafsuku sudah meninggi dan ingin segera
mencoba apa yang kulihat di TV tadi, tanpa menjawab kata-kata Mami,
langsung saja aku bangun dan mendekati payudara Mami. Pertama kucium
payudara Mami kanan-kiri dengan kepalaku agak kutekan, lalu seperti
yang kulihat tadi di TV, kujilati payudaranya dan sesekali kusedot
puting susu Mami yang kecoklatan itu, dan mungkin karena keenakan,
kudengar Mami berguman.
“Iwaan.. Waan teruss.. Waan.. enaak.. teruus.. Waan..!” sambil kedua tangannya meremas-remas rambutku.
Mendengar
kata-kata Mami itu, nafsuku semakin meninggi dan berusaha mencoba
membuat Mami lebih enak, apalagi kuingat bahwa Mami sudah enam bulan
ini tidak pernah mendapatkannya dari Papa. Sedotan dan jilatanku di
sekitar payudara Mami lebih kupergiat, apalagi sekarang tangan kanan
bukan lagi meremas rambutku, tetapi sudah meremas dan mengocok batang
kemaluanku. Sambil berguman, “Enaak.., Waan.. enaak. Teruuss Waan..!”
dan kembali kedua tangan Mami meremas rambutku lebih kuat lagi.
Setelah
beberapa saat, terasa remasan-remasan tangan Mami di kepalaku itu
seperti diikuti dengan dorongan agar kepalaku turun ke bawah. Walaupun
tanpa kata-kata dan masih ingat dengan adegan TV yang aku sempat tonton
tadi, aku menjadi yakin kalau sekarang Mami menyuruhku untuk pindah
dan mencium bagian vaginanya. Tanpa menunggu dorongan Mami lagi,
kuturunkan badanku pelan-pelan sambil kujilati bagian badan Mami mulai
dari perut, terus ke pusar dan terus turun ke bagian bawah pusar Mami,
dan sekarang sudah sampai di kemaluan Mami yang masih tertutup dengan
CD-nya. Tercium bau kemaluan Mami yang membuatku semakin bernafsu.
“Waan..,” kudengar panggilan Mami dengan kedua tangannya masih tetap meremas-remas rambutku.
“Too.. loong.. buu.. kaa celananya Waan..!” katanya lanjut.
Tanpa
menunggu lebih lama, dan karena aku ingin melihat bentuk aslinya
vagina itu seperti bagaimana, pelan-pelan kutarik turun celana dalam
Mami. Ketika aku kesulitan menarik turun lebih lanjut karena terdindih
pantat Mami, Mami mengangkat pantatnya sedikit, dan dengan mudah CD-nya
kulepas.
Kulihat di hadapanku, vagina Mami yang sekelilingnya
ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang halus. Tanpa ada yang menyuruh,
lalu kucium dan kujilati di bagian belahan vagina Mami sambil
mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film tadi, sedangkan Mami
segera menggerakkan pantatnya, dan kepalaku kembali diremas-remas dan
ditekannya. Ketika aku coba menjulurkan lidahku menusuk belahan
kemaluan Mami, terasa lidahku terkena cairan dari dalam vagina Mami
yang agak asin, sedangkan kedua kaki Mami secara perlahan-lahan
direnggangkan.
Karena tidak sabar, kubantu membuka kedua kaki
Mami sehingga sekarang kakinya terbuka lebar, dan aku berada di tengah.
Dan karena aku ingin tahu lebih jauh tentang vagina, apalagi baru kali
ini kulihat dari jarak sangat dekat, maka kugunakan kedua tanganku
untuk membuka belahan kemaluan Mami. Kulihat dengan jelas di bagian
atas ada seperti daging menonjol berbentuk seperti kerucut dan ada
lubang kecil, dalam pikiranku mungkin ini yang disebut orang klitoris.
Sedangkan di bagian dalam vagina Mami, semuanya berwarna kemerahan dan
basah oleh cairan. Agak ke bawah lagi terlihat ada bagian yang
berlubang sebesar jari kelingking.
Melihat semua isi kemaluan
Mami, aku jadi teringat pelajaran Anatomi yang diajarkan di sekolah.
Melihat ini semua, nafsuku semakin meninggi dan tanpa ada yang menyuruh
lagi dan karena aku baru saja dapat pelajaran dengan melihat film blue
barusan, lalu sambil masih memegangi kedua bibir kemaluan Mami,
kujilat dan kuhisap klitoris Mami. Tiba-tiba Mami menggelinjang kuat
sambil kedua tangannya meremas rambutku makin kuat dan berguman agak
kuat.
“Iwaan.. arrchh.. uu.. Waan.. aarcchh.. enaak Waan..
teruu.. ss.., aarrchh.. aduuh Waan.. enaakk.. teruus..!” kudengar Mami
mengoceh terus dan membuatku makin bersemangat menghisap dan menyedot
seluruh bagian kemaluan Mami.
Dari mulai bibir kemaluan, klitoris,
bagian dalam, sampai semuanya kutusuk-tusukkan lidahku ke lubang yang
ada di vagina Mami. Inilah mungkin yang membuat gerakan pantat Mami
semakin menggila dan terus-terusan mengoceh.
“Aduuh.., Waan.. enaak.. teruus.., archh.. enak Waan, aduh.. Waan.. Mamii.. mauu.., sampee.., aarchh..!”
Kedua
kaki Mami sudah melingkar kuat di atas punggungku, dan kepalaku
ditekannya kuat-kuat ke dalam vaginanya, sedangkan seluruh wajahkuku
sekarang penuh dengan cairan-cairan yang keluar dari vagina Mami, tapi
tidak kuperdulikan, habis.. enak sih. Setelah itu ocehan Mami berhenti,
dan badan Mami pun terlihat lemas lunglai, dan yang terdengar hanyalah
suara nafasnya yang cepat seperti habis lari marathon.
Melihat
Mami seperti itu, aku yakin kalau Mami baru saja mencapai puncaknya.
Karena kasihan melihat Mami yang sedang terengah-engah kecapaian,
kuhentikan jilatan dan sedotan mulutku ke liang senggama Mami, dan
kuletakkan kepalaku di paha Mami dan kuelus-elus kemaluan Mami sambil
menunggu apa yang akan diminta oleh Mami lagi. Setelah kudengar nafas
Mami mulai agak teratur, kurasakan kedua tangan Mami yang masih
memegang kepalaku itu berusaha menarikku ke atas sambil berkata lirih.
“Iwaan.. kesinii.. Sayaang..!”
Aku segera merangkak, menghampiri Mami yang masih tiduran telentang.
Mami sambil menggeser badannya sedikit, melanjutkan kata-katanya, “Sinii.. Waan.. tiduran di samping Mami.”
Dengan
perasaan kurang enak, malu dan lain sebagainya, aku berusaha
menenangkan diri dan tiduran di samping Mami. Mami segera merangkulku
dan terus mencium pipiku, dan terus seperti berbisik di dekat telingaku.
“Waan.., kamuu.. kok.. pintar betul tadi.., Iwan sudah pernah yaa.. sebelumnya..?”
“Dengan.. pacarmu yaa..?” sambung Mami lagi.
“Beel..uumm.. Maam, swear..,” kataku cepat, “Kan.. belajar dari.. film yang Mami putar tadi.”
“Oohh.., berarti Iwan murid yang cerdas doong,” puji Mami sambil tetap memelukku dan kembali mencium pipiku.
Agar Mami agak senang, kucium juga pipinya, dan entah bagaimana mulanya, tahu-tahu bibirku telah dicium Mami.
Kalau
soal ciuman, kuakui aku memang pernah mencium pacarku, jadi ketika
lidah Mami menjulur masuk ke mulutku, pelan-pelan kuhisap lidahnya.
Mungkin karena lidahnya kusedot, Mami langsung menjadi beringas dan
memelukku erat-erat. Ciumannya semakin hot dan tentu saja aku tidak mau
mengecewakan Mami, apalagi tangan Mami yang satunya sudah
mengocok-ngocok penisku, jadi kuimbangi ciuman Mami sambil salah satu
tanganku kuremas-remaskan ke payudara Mami.
Beberapa saat
kemudian, tanganku kupindahkan ke vaginanya dan klitoris Mami
kugosok-gosok dengan jariku. Hal ini membuat kocokan tangan Mami di
batang kemaluanku semakin cepat, membuat nafasku semakin tidak teratur
dan nafas Mami kembali terengah-engah. Setelah beberapa menit berciuman
dan nafas kami berdua sudah tidak beraturan lagi, secara perlahan Mami
menghentikan kocokan di penisku, dan menghentikan ciumannya serta terus
berbisik di dekat telingaku.
“Iwaan, Mamii sudaah.. nggak.. tahaan Waan.. toloong.. punyanya Waan.. dimasukin.. ke Mamii.., Waan. Ayoo.., Waan..!”
Mendengar
kata-kata Mami ini, nafsuku semakin menjadi-jadi, tapi perasaanku juga
semakin bingung, karena sempat terpikir Mami kan istrinya Papaku dan
Mami walau bukan Mama kandungku, tapi sekarang kan telah menjadi
Mamaku. Aku berusaha melawan kebingungan ini, dan tersentak dari
lamunanku ketika mendengar Mami kembali agak berbisik dengan suara yang
sedikit menghiba.
“Iwaan.. ayoo.. Sayaang.. tolongiin.. Mamii.. Waan..!”
Dan
seperti tanpa berpikir, aku menjawab sekenaku, “Maam.. boo..leeh..
Maam..?” tanyaku, dan kulanjutkan pertanyaanku karena masih ragu,
“Nggak..apa-paa. Maam..?”
“Ii.. yaa.. Sayaang.., boleeh.. boleh.., Waan.” jawab Mami sambil mencium bibirku.
“Sinii.. Sayaang..!” kata Mami sambil menarik badanku.
“Coba posisikan badanmu di atas Mami,” lanjutnya.
Aku
segera bangun dan kunaiki badan Mami pelan-pelan. Dan setelah aku
berada di atas badan Mami, kurasakan Mami membuka kedua kakinya
lebar-lebar.
“Sinii.. Waan, Mami bantu..,” kata Mami sambil memegang batang kemaluanku dan dibimbingnya ke arah vagina Mami.
Aku hanya menurut saja apa yang dikatakan Mami, maklum aku masih terlalu buta, dan ini akan menjadi pengalaman pertamaku.
“Sudaah,
Waan, sekarang tekan pantatmu pelan-pelan..!” perintah Mami dan
kuikuti permintaan itu dengan menekan pantatku pelan-pelan.
Tapi baru
saja sedikit aku menekan pantatku, penisku terasa seperti tertahan di
vagina Mami, dan mendadak tangan Mami menahan gerakan turun pantatku
dan berbisik sambil sedikit meringis.
“Aduuh.. Waan, tahaan duluu.. saa.. kiit.. Waan.”
Kuhentikan tekanan pantatku dan kuangkat sedikit ketika mendengar keluhan Mami.
“Iwaan..
pelan-pelan yaa Sayaang. Sudah lama Mami nggak begini.. dengan Papamu,
apalagi.. punyamu.. itu besaar sekali, lebih besar dari punya
Papamu..,” kata Mami lemah tapi membuatku menjadi sangat bangga karena
punyaku dikatakan Mami masih lebih besar dari punya Papa.
“Sekarang.. gimana Maam..?” tanyaku tidak sabar ingin segera memasukkan penisku ke dalam liang senggama Mami.
“Waan..,”
kata Mami lagi, “Coba naik turunkan pantatmu pelan-pelan, dan nanti
kalau pantatmu Mami tahan, berarti kamu harus tarik pantatmu ke atas,
dan waktu pantatmu nggak Mami tahan, kamu boleh tekan lagi. Beberapa
kali.. sampai nanti kamu bisa rasakan sendiri kalau punyamu sudah masuk
ke dalam punya Mami, bisaa.. kan Waan..?” kata Mami sambil mencium
bibirku.
“I.. yaa Maam, Iwan coba sekarang.. yaa.” jawabku.
Lalu
kuikuti pelajaran yang diberikan Mami. Tapi ketika pantatku kutekan,
sering kulihat wajah Mami sedikit meringis seperti menahan rasa sakit.
Setelah beberapa kali kunaik-turunkan pantatku pelan-pelan, suatu saat
pantatku malah ditekan agak keras oleh kedua tangan Mami dan terasa
batang kemaluanku seperti terjeblos ke dalam lubang.
“Bleess..” dan kudengar Mami agak berteriak, “Aaacchh.., Iwaan..,” sambil seperti menahan nafasnya.
Karena
kaget dengan teriakan Mami, kutahan gerakanku dan kudiamkan sebentar
sambil menunggu reaksi lebih lanjut dari Mami yang saat ini sedang
memejamkan matanya.
Tapi baru saja aku mau berpikir apa yang akan
Mami lakukan atau katakan, terasa batang kemaluanku seperti
tersedot-sedot dan dipijat-pijat. Sedotan dan pijatan di penisku ini
terasa sangat kuat sekali, dan terasa sangat enak. Karena rasa sedotan
dan pijatan di batang kemaluanku terasa begitu nikmat, secara tidak
sadar aku kembali menekan penisku masuk.
“Bleess..!” dan kembali
kudengar Mami sedikit berteriak, “Waan.., aarrchh.. saakiit,” sambil
kedua tangan Mami sedikit mendorong pantatku.
Terpaksa kuhentikan
tekanan penisku, tapi kurasa penisku sudah masuk semuanya ke dalam
liang senggama Mami sambil menunggu reaksi Mami.
Tidak lama
kemudian, tangan Mami menekan pantatku dan kurasakan kembali
sedotan-sedotan dan pijatan-pijatan yang sangat kuat di batang
kemaluanku. Karena rasa enak ini, secara tidak sadar aku mulai
menaik-turunkan pantatku pelan-pelan sehingga penisku naik turun di
dalam lubang vagina Mami, dan Mami pun mulai menggerakkan pantatnya naik
turun mengikuti irama pergerakan penisku yang naik turun. Mami mulai
mengeluarkan desahan-desahan.
“Waan.. teeruuss.. Sayaang.. aachh.. enaak.. Waan.. aduuh.. enaak.. Waan.”
Kurasakan
batang kemaluanku begitu hangat di dalam vagina Mami yang sangat
basah, sehingga setiap kali tedengar bunyi, “Ccrreet.. creett..”
Hal ini membuatku semakin mempercepat gerakan penisku naik turun.
Tidak
sadar terucap, “Maam.. Iwaan.. jugaa.. enaak.. Maam, ayoo Maam..!”
sambil kedua tanganku mencengkeram kepala dan rambut Mami.
Beberapa
menit kemudian, kurasakan gerakan badan dan pantat Mami semakin liar
dan semakin cepat, serta kedua tangannya mencengkeram kuat di
punggungku. Tiba-tiba kedua kaki Mami dilingkarkan kuat-kuat di atas
pantatku dan memeluk badanku kuat-kuat sambil berteriak cukup kuat.
“Waan,
Mamii.. nggaak.. kuaat.. mauu.. keluaar.. aacrrhh.. aacrhh..” dan
terus terdiam dengan matanya tertutup dan nafasnya memburu
terengah-engah.
Melihat Mami terdiam dengan nafasnya yang
terengah-engah itu, aku merasa kasihan dan segera kuhentikan gerakan
penisku naik-turun, tapi dengan posisi batang kemaluanku masih terbenam
semua di dalam liang senggama Mami.
Setelah nafas Mami mulai
agak teratur. Mami membuka matanya dan segera mencium bibirku sambil
berkata lirih.., “Iwaan, terima kasiih yaa.. Sayaang.., Iwaan pintaar..
dan.. bisa muasin Mami.”
Kembali bibirku diciumnya, dan segera
kujawab.., “Maam.., Iwan nggak tahu.. Maam, tapi Iwan sayaang.. Mami
dan Iwan.. mauu Mami senang.”
Setelah kami diam sejenak dengan posisi masih seperti tadi, lalu kuberanikan bertanya ke Mami.
“Maam, jadi sekarang sudah selesai..? Kalau begitu.. Iwan.. cabut.. ya.. Maam..?”
“Jaangaan..
Waan,” jawab Mami sambil mengencangkan pelukannya, “Sebentar lagi kita
lanjutkan seperti tadi.. sampai Iwan.. mencapai klimaks,” sambung
Mami.
“Klimaks gimana Maam..?” tanyaku tidak mengerti.
“Aduuh..
Iwaan,” jawab Mami sambil memencet hidungku, “Nanti Iwan pasti tahu
sendiri deh. Nanti Iwan terasa seperti mau kencing, lalu Iwan coba
tahan selama mungkin, lalu lepaskan kalau sudah tidak kuat, dan dari
punyamu akan keluar air mani yang menyemprot,” lanjut Mami.
Aku hanya menjawab singkat, “Iyaa.. Maam, Iwan.. mengerti.”
Setelah
kami diam sesaat, Mami lalu berkata, “Waan, toloong cabut punyamu
duluu Waan, Mami mau mengelap punya Mami supaya agak kering, biar kita
sama-sama enak nantinya.
“Bener juga kata Mami,” kataku dalam hati, “Tadi memek Mami terasa sangat basah sekali.”
Lalu
pelan-pelan batang kemaluanku kucabut keluar dari vagina Mami, dan
kuambil handuk kecil yang ada di tempat tidur sambil kukatakan, “Maam,
biar Iwan saja yang ngelap.. boleeh Maam..?”
“Terserah kamuu.. deh Waan,” jawab Mami pendek sambil membuka kedua kakinya lebar-lebar.
Aku
merangkak mendekati vagina Mami, dan setelah dekat dengan kemaluan
Mami, lalu kukatakan, “Iwan bersihkan sekarang yaa.. Maam..?”
Kudengar Mami hanya menjawab pendek, “Yaa, boleeh Sayaang.”
Lalu
kupegang dan kubuka bibir kemaluan Mami, dan kutundukkan kepalaku ke
vaginanya. Lalu kusedot-sedot klitoris Mami agak kuat dan pantat Mami
tergelinjang keras, mungkin karena kaget.
“Iwaan.., kamu nakaal.. yaa.”
Hisapan
dan jilatan kembali kulakukan di semua bagian kemaluan Mami, dan
membuat Mami menggerak-gerakkan terus pantatnya. Kedua tangannya
kembali menekan kepalaku. Beberapa saat kemudian, terasa kepalaku
seperti ditarik Mami.
“Iwaan.., sudaah.. Sayaang.., Mami nggak tahaan. Sini.. yaang..!”
Lalu
kuikuti tarikan tangan Mami. Tanpa disuruh, aku langsung naik di atas
badan Mami dan setelah itu kudengar Mami seperti berbisik di telngaku.
“Iwaan, masukiin.. punyamu.. Sayang. Mami sudah nggak tahaan.. Yaang..!”
Tanpa
membuang-buang waktu, kuangkat kedua kaki Mami dan kutaruh di atas
bahuku sambil ingin mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film
tadi. Sambil kupegang batang kemaluanku, kuarahkan ke vagina Mami yang
bibirnya terbuka lebar. Lalu kutusukkan pelan-pelan, sedangkan Mami
dengan menutup matanya seperti pasrah saja dengan apa yang kuperbuat.
Karena
vagina Mami masih tetap basah dan apalagi baru kujilat dan
kuhisap-hisap, membuat kemaluan Mami semakin basah, sehingga sodokan
penisku dapat dengan mudah memasuki lubang kemaluan Mami.
Untuk
meyakinkan apakah penisku sudah masuk vagina Mami apa belum, sambil
tetap kutusukkan penisku, aku bertanya, “Maam, sudaah.. maasuuk..?”
Kudengar Mami menjawab, “Iii.. yaa.. Saayaang, teeruuskan.. yang dalaam..!”
Karena
kurasa sudah benar dan Mami memintaku untuk lebih dalam, lalu
kehentakkan batang kemaluanku agak kuat masuk ke dalam vagina Mami.
Mulai
kuayunkan penisku keluar masuk liang senggama Mami dengan cepat,
sehingga badan Mami bergoyang semua sesuai dengan ayunanku, serta kedua
buah dada Mami juga bergoyang-goyang keras, sedangkan dari mulut Mami
kudengar desisan.
“Sshh.. shh.. Waan.. teruuss.. Yaang.. shh.. aduuh.. enaak Waan, teruus.. yang dalaam.. Yaang..!”
Karena tidak tahan mendengar ocehan-ocehan Mami, sehingga hal itu membuat nafsuku semakin meningkat.
Sambil
mempercepat ayunan penisku keluar masuk vagina Mami, secara tidak
sadar keluar dari mulutku, “Maam, sshh.. Maam, Iwaan.. juuga.. sschh..
enaak..”
Karena rasa enak yang tidak dapat kuungkapkan disini, makin
kupercepat gerakan batang kemaluanku keluar masuk liang senggama Mami.
Apalagi sesekali terasa penisku seperti tersedot-sedot atau terhisap
oleh kemaluan Mami.
Lalu secara refleks tercetus dari mulutku,
“Maam.., sepertinya Iwaan.. sudah kepingin.. seperti yang.. Mamii..
bilang tadii.. dicabuut.. yaa.. Maam..?”
Sedangkan Mami, mungkin
setelah mendengar kata-kataku barusan, lalu juga mempercepat semua
gerakan badannya, dan juga melepas kedua kakinya dari bahuku serta
memelukku kuat-kuat sambil berkata tersendat-sendat.
“Iwaan, jangaan.. Yaang.., jangan..! Biakan.., Mamii.. jugaa. sudah mau keluaar Yaang..! Ayoo.. kitaa.. samaa.. samaa Yaang..!”
Aku sudah kehilangan kesadaran karena keenakan dan apalagi mendengar kata-kata Mami yang cukup merangsang ini.
Lalu, “Maam..!” teriakku agak panjang sambil kepala dan rambut Mami kuremas dan kujambak kuat-kuat.
Bersamaan
dengan teriakanku, Mami pun tiba-tiba berteriak cukup keras sambil
kedua kakinya dilingkarkan kuat-kuat ke pantatku dan rambutku di
remas-remasnya.
Aku dengan nafas terengah-engah, tertelungkup
lemas di atas badan Mami. Dan Mami pun kulihat lemah lunglai dengan
nafas terengah-engah sambil menutup kedua matanya, berusaha menenangkan
diri dengan mengatur nafasnya. Setelah nafasku agak teratur, kucium
bibir Mami lalu kubisikkan di telinga Mami.
“Maam.., terimaa kasih
Maam, Iwaan.. sayaang Mamii,” kataku sambil kembali kucium bibir Mami,
sedangkan Mami tetap masih memejamkan matanya dan nafasnya sudah
kembali teratur.
Ia menjawab, “Iwaan.., Mami puaas Sayang. Terima
kasiih Waan,” katanya sambil memiringkan badannya sehingga posisi kami
sekarang menjadi tiduran saling berhadapan dan penisku yang terasa
masih tegang itu masih tetap berada dalam liang senggama Mami.
Beberapa saat kemudian sambil saling memandang dan berpelukan, kutanyakan pada Mami, “Maam.., punya Iwan boleh Iwan cabut..?”
Mami
sambil memencet hidungku menjawab, “Jangan dulu Sayang. Biarin dulu di
dalam punya Mami. Mami masih kepingin merasakan punyamu yang besar
itu.”
“Coba deh Waan. Coba Iwan kocok keluar masuk punya Iwan, biar
Mami bisa merasakan enaknya punyamu,” katanya lagi sambil salah satu
kaki Mami diangkatnya dan diletakkan di atas pinggulku.
Tanpa
menunggu kata-kata Mami lainnya, lalu kumulai memaju-mundurkan
pelan-pelan batang kejantananku ke dalam vagina Mami. Mami kulihat
memejamkan matanya seperti sedang menikmati gesekan-gesekan penisku yang
keluar masuk lubang kemaluannya. Tapi setelah beberapa saat, kurasakan
dalam posisi miring ini sepertinya masuknya kemaluanku ke dalam vagina
Mami terasa kurang dalam. Lalu, secara perlahan kudorong bahu Mami
sehingga telentang. Dan bersamaan dengan doronganku, kunaiki tubuh Mami,
sehingga batang kemaluanku yang ada di dalam vagina Mami tidak sampai
terlepas. Mami sepertinya mengerti kemauanku, dan sepertinya malah
membantuku dengan memeluk badanku rapat-rapat serta membuka kakinya
lebar-lebar.
Lalu kuayun penisku perlahan-lahan keluar masuk
kemaluan Mami. Karena Mami masih diam saja, dan tetap masih menutup
kedua matanya, lalu kutanyakan sambil berbisik di dekat telinganya.
“Maam.., gimana Maam, enaak apa nggak punya Iwaan..?
Kulihat Mami membuka matanya, lalu mencium bibirku serta terus berbisik.
“Wan.., teruuskan.. Saayaang, Mami menikmatinya Wan,
Setelah Mami selesai menjawab pertanyaanku, kurasakan Mami mulai mengerakkan dan memutar pantatnya perlahan-lahan.
Karena
Mami mulai menggerakkan pantat atau pinggulnya lagi, kuputuskan untuk
menghentikan gerakan kemaluanku keluar-masuk dengan posisi penisku
sudah masuk semua ke dalam liang senggama Mami. Ingin merasakan enaknya
gerakan Mami, tapi mungkin karena merasakan, aku sekarang diam, Mami
ikut berhenti juga dan membuka matanya lalu memandangku sayu seperti
bertanya.
“Kenapa diam.. Wan..?”
Agar Mami tidak bertanya lebih
lanjut, lalu kukatakan di telinga Mami, “Maam.., Iwan diam karena
kepingin merasakan sedotan dan pijatan seperti tadi Maam.”
Mami
hanya tersenyum dan dipegangnya kepalaku, lalu diciumnya pipiku sambil
berbisik, “Waan.., kamu mulai nakal.. yaa..? Niih.. Mami.. kasih.. apa
yang Iwaan minta..!” lanjut Mami sambil memeluk badanku.
Tidak
lama kemudian, terasa batang kemaluanku seperti disedot-sedot dan
dipijat-pijat, mulai dari lemah, makin kuat dan kuat, sehingga secara
tidak sadar aku berbisik agak keras.
“Maam.., enaak.. enaak.. Maam.. Aduh enaak.. aahh.. enaak.. Maam,”
Karena
sedotan dan pijatan di batang kemaluanku terasa semakin kuat, secara
tidak sadar kumulai lagi mengocok penisku keluar masuk vagina Mami.
Mula-mula pelan, lalu kupercepat.
Karena enaknya, aku langsung bilang, “Maam.., enaak Maam.. Iwaan.. mau lagi Maam. Ayoo Maam..!”
Mungkin karena melihatku mulai bernafsu lagi, Mami langsung mulai menggerakkan pinggulnya lagi yang makin lama makin cepat.
Selang beberapa lama, aku merasakan kalau air maniku sudah mau keluar, tapi kucoba menahannya selama mungkin.
Tiba-tiba, “Mami.., Maam.., Iwaan sudaah mau keluar..”
Mendengar bisikanku ini, kurasakan gerakan pinggul Mami semakin cepat dan pelukan tangannya di badanku juga semakin keras.
“Waan.., Mami juga sudah dekat Waan.. Ayoo Waan.. sama-sama..!”
Belum
sampai Mami menyelesaikan kata-katanya, aku berteriak agak keras,
“Mamii.. Iwaan keluar.. ahh..,” sambil kubenamkan seluruh batang
kemaluanku kuat-kuat ke dalam vagina Mami.
Bersamaan dengan
teriakanku itu, kudengar Mami pun berteriak cukup kuat, “Iwaan..,
Maamii keluaar.. jugaa.. Ayo Wan, cepaat.. archh..!”
Dengan nafas
tersengal-sengal, kutelungkupkan badanku yang lemas itu di atas badan
Mami, dan Mami juga dengan nafasnya yang terengah-engah, tergeletak
seperti tidak bertenaga dengan kedua tangannya terkapar di samping
badannya.
Setelah nafasku sedikit teratur, kucabut batang
kemaluanku dari dalam liang senggama Mami. Kujatuhkan badanku tiduran
di samping Mami, dan terdengar Mami berbisik, “Terima.. kasiih.. yaa..
Sayang..!”
Dan setelah berhenti sejenak, sambil mencium pipiku, Mami
berkata lagi, “Waan.., ini hanya kita berdua ya yang tahu, Papamu atau
adikmu jangan sampai tahu ya Wan.”
Supaya hati Mami tenang, lalu kujawab, “Maam, Iwan akan jaga itu.., terima kasiih ya Maam,” sambil kucium pipi Mami.
Aku terus bangun dan mandi bersama Mami di kamar mandi Mami.